sumber : Michelle jonny
Belakangan ini, saat aku memuji anak2 teman di sosmed, balasannya pasti, "Aminn.. biar sudah besar seperti tante Miselle."
It's a small sentece but it worth much for my parents.
Karena banyak yg mau anaknya jadi kayak aku (hasil rekayasa genetik) 😂😂😂
Mereka yg kenal aku di masa lalu, banyak juga yg mencontohkan namaku utk kasus terjelek seperti, "Jangan kayak si Miselle gitu.. kecil2 uda kawin. Untung aja bla bla bla..."
Pertama kali denger kata2 kayak gitu, reaksi pertama, menelan air mata. Tapi aku juga ngga berdiri dan mencak2 suruh org jaga mulut. Karena, aku percaya, selain ini adalah porsi karmaku, mereka juga sedang menanam karma mereka.
Tahun2 berlalu, aku yg dulu hanya hidup di otak mereka dan aku yang sekarang menjadi contoh yg baik bagi teman2 yang telah berkeluarga.
Sorry, can't help.
Aku terlahir sebagai karma believer kelas berat. 😁😁😁
Kenapa bisa?
Karena aku tumbuh dan mengembangkan otak kecilku dengan cerita dari Daddy.
Cerita yang sama, tapi aku selalu suka. Bahkan kalau Daddy lagi cerita, aku bisa mengabaikan yg lain dan nguping cerita Daddy.
Cerita yang paling aku suka, itu tentang 老天有眼 (Langit punya mata; Tuhan selalu adil)
Ceritanya gini, jaman dulu, ada sepasang suami istri yang kaya raya. Suaminya terkenal suka membantu orang dan sangat dermawan.
Tapi, suatu hari, sang suami sakit, dan mereka bangkrut karena semua harta sudah habis utk berobat.
Istrinya sangat sedih, tapi si suami selalu menghibur istrinya.
Setiap kali istrinya berkata kalau dunia ini kejam dan Tuhan itu tidak adil, suaminya selalu membalas, "老天有眼 (Tuhan itu selalu adil)"
Suatu hari, sang Suami yg tak mau istri cantiknya menderita, meninggalkan rumah dengan secarik pesan, "Jalanilah kehidupanmu dengan bahagia, lupakan aku. Jangan berhenti berbuat baik. "老天有眼"
Tahun demi tahun berlalu, dan istri sudah menikah lagi dengan saudagar kaya.
Namun, ia masih mengenang suaminya yg dulu. Ia terus mengenangnya dengan berbuat kebajikan. Karena kebajikan bagai identitas suaminya itu.
Ia sering membagikan makanan kepada para pengemis lewat pintu belakang rumahnya, dan memberikan mereka pakaian.
Suatu hari, saat musim dingin, seorang pengemis meninggal di pintu belakang rumahnya.
Dan setelah dibersihkan, ia mengenali pengemis itu adalah mantan suaminya.
Ia sangat sedih dan marah... mengapa orang sebaik dia harus meninggal dengan cara setragis ini!?
Dengan sembunyi2, ia menguburkan suaminya.
Dan sebelum dikubur, ia menuliskan kekecewaannya dengan darahnya sendiri di atas mayat mantan suaminya (tipikal cerita kungfu neh) 老天无眼 (Tuhan itu buta).
"Agar ketika kamu bertemu Tuhan, ia tahu betapa aku marah dan membencinya. Dan kalau kita bertemu lagi, biarkan aku selalu di sisimu dalam susah maupun senang," kata Sang Istri.
Beberapa bulan setelah suaminya meninggal, putra mahkota lahir.
Namun, putra mahkota terlahir dengan penyakit aneh dan tak ada tabib yg dapat menyembuhkan.
Sampai dibuatlah sayembara, "Siapa yg dapat menyembuhkan Putra Mahkota, bila laki2 akan dijadikan pejabat, dan bila perempuan, akan dijadikan orang kepercayaan permaisuri."
Konon, putra mahkota lahir dengan kutukan.
Kutukan apa?
Di dada putra mahkota tertera tanda lahir berupa tulisan 老天无眼 (Tuhan itu buta).
Mendengar hal itu, sang istri kaget bukan main. Ia segera ke istana untuk mendaftar.
Ketika menggendong putra mahkota, benarlah itu tulisan yg ditulisnya di atas mayat mantan suaminya.
Ia menyesal, sekaligus bersyukur. Ia pun menangis dan air matanya menetesi tubuh putra mahkota.
Dalam sekejap, huruf 无眼 (buta) berubah menjadi 有眼 (adil).
Kutukan menjadi kebahagiaan, dan sang istri menjadi orang kepercayaan permaisuri sampai Sang Putra Mahkota akhirnya menjadi Kaisar.
Negara yang dipimpinnya berdaulat dan mereka terus mengamalkan kebaikan untuk menyejahterakan rakyatnya.
"Jadi, begitulah," kata Daddy.
"Walaupun kita susah dan terdesak, tapi kita harus selalu berbuat kebajikan. Kadang hal2 yang terjadi tidak sesuai keinginan kita, tapi pasti sesuai dengan perbuatan kita," pesan Daddy. As always.
Dari daddy aku belajar.
Untuk mendidik seorang anak, yg diperlukan adalah waktu dan kebersamaan.
Anakku terlahir dengan membawa nasibnya sendiri.
Tapi ketika nasibnya itu hadir di depan mata, ia harus memilih, aku ingin dia sama sepertiku.
Pilih jalan yang menuntunnya berbuat bajik. Meski kadang hidup terasa pahit, tapi terus berbuat baik.
Aku akan terus bercerita pada anakku seperti Daddy bercerita kepadaku.
Sebelum anakku sanggup berpikir dan mencerna segala informasi dengan egonya.
Pada akhirnya nanti, informasi yg diterimanya sejak dinilah yang akan membuatnya menjadi tegar dan berani. Termasuk bila aku menyabotase hidupnya dengan kemudahan dan kemewahan. Dia akan selalu menggerutu bila menemui hal2 yg tidak mudah dan tidak mewah.
Karena itulah, aku bercerita.
Bahwa hidup tidak selamanya indah.
Tapi Tuhan, punya mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar