Sabtu, 01 Juli 2017

KARMA

copyright Michelle Jonny
*Sering sebut, sering salah

Saat seseorang mengatakan; "Itulah Karmanya, siapa suruh jadi orang jahat?" Atau... "Itulah karmamu.."
Tapi ketika diri sendiri yang menghadapi kesulitan, atau kemarahan, maka tercetuslah..
"Kau akan terima karmamu karena telah menyakitiku!"
... atau, "Karma taik!! Gak semua itu bisa dihubungkan dengan karma lah!!"

Sebenarnya, pengunduran diriku dari dunia metafisik dan paranormal, adalah karena capek menghadapi orang2. Serius. Capek banget.
Di saat mereka dalam masalah, yg diharap adalah cara instan supaya tiba2 semua keadaan bisa berubah dan kebahagiaan tiba2 muncul. Bak keajaiban.

CONTOH:
Masalah keluarga yg runyam, tiba2 jadi baik.
Pasangan yg jahat, tiba2 jadi baik.
Kegagalan, tiba2 jadi kesuksesan.
Sakit, tiba2 sembuh.
... kalau bisa... yang MATI, dihidupkan.

Banyak orang pintar (baca; paranormal) diyakini tidak bisa menolong dirinya sendiri.
Oleh karena itu, hidup paranormal selalu susah, banyak masalah, atau ada penyakit.
Sampai ketika aku serius di bidang ini, keluargaku melarang dengan alasan, "Nanti kamu ketularan sial."
Awalnya aku tak percaya dan GO FIGHT.
Terlahir dengan talenta, dan kukembangkan dengan ilmu pengetahuan, aku hanya ingin membantu orang. Itu saja.
Pasti ada sesuatu yg bisa dijelaskan dengan iptek tanpa harus ngobok2 mistik dan gaib.

Namun pada akhirnya aku menyerah karena lelah.
Aku jadi tahu kenapa paranormal selalu banyak masalah.
Karena mereka selalu mengijinkan masalah untuk masuk dalam kehidupannya.
Mereka mengijinkan diri untuk bervibrasi dengan kesulitan2 dan kemurungan, serta kebingungan orang2.
Dan biasanya, para klien ini, MELEKAT.

Aku sampai pada titik sadar untuk bertanggung jawab.
Ada 3 hal besar yg aku lakukan saat aku benar2 berada di posisi atas.
1. Berkeluarga
2. Membuka praktek utk membantu org
3. Membangun bisnis Sagha (ex Avaloka)

Bisa dibilang, dari luar, ketiganya berjaya.
1. Keluargaku baik dan mendukung.
2. Para pasien banyak yg terbantu dan semakin banyak, namaku semakin populer.
3. Avaloka booming di bulan ke-3 sampai hari ini dan terus berlanjut.

Namun...
Dari dalam..
1. Pengorbanan suamiku luar biasa besar. Ia mengurus aku, keluarga, dan sering terlibat secara emosi dengan masalah2 pasien. Dia frustasi.

2. Di mata para pasien, aku sudah tergambar sebagai sosok yg WOW dan sekali saja mereka salah paham, kebaikan 1000 hari akan hangus terbakar dalam 1 jam. Apa yg membakar? Pikiran mereka.

3. Avaloka semakin tinggi, angin pun semakin kuat.

** Dari nomor 3, kembali berulang ke nomor 1 bagai lingkaran setan yg awalnya terasa bagai kebahagiaan yang sangat sempurna.

Kenapa?
Benarkah aku harus percaya kalau semua orang yg lahir dengan 'talenta' harus menderita dan sulit utk bahagia?

Menangis, aku, seorang ibu yg memiliki anak sehat dan aset miliaran rupiah dengan keluarga super bahagia, berlutut di depan seorang Guru.
Aku menangis bukan karena ingin ditolong.
Aku hanya tidak dapat menahan lagi semua beban ini dan ingin mengikuti jejaknya ke hutan.

Guruku, adalah yang paling terluka melihat air mataku.
Ia membangunku sampai begitu cemerlang, air mataku meruntuhkan doa doanya.

Aku tahu beliau menahan rasa sedih dan mengumpulkan sisa sisa keyakinannya sebagai seorang Guru dan seorang Ayah.
"Miselle, chin up!" ---> Miselle, angkat dagumu.
"Dengarkan aku...," katanya lagi.

"Saya tidak menyesal dengan semua keputusan yg saya ambil, Guru... hanya saja, saya sulit menerima tusukan kalau itu berasal dari dalam. Dari orang2 yang terpercaya dan paling saya andalkan. Saya sudah merelakan banyak hal yg telah terjadi. Tapi kali ini, rasanya saya tidak mampu lagi. Saya ingin menjadi orang biasa dan meninggalkan semua ini."

"Miselle, di antara semua siswa, kamu adalah yang paling cemerlang.
Di antara semua ajaran yang saya ajarkan, kamu adalah yang menyerap paling sempurna.
Seperti telah lama saya bahas, dan kamu sendiri sering mengajarkan kepada orang lainnya..

Tidak mungkin buah pepaya tumbuh dari biji salak.
Apa yg kamu rasakan adalah apa yang pernah kamu tanamkan.."

"Ya, Guru... saya hanya perlu waktu. Dan berpikir. Lebih baik semua harta dan bisnis ini saya tidak mau. Di awal rencana saya hanya ingin semua orang bahagia. Tapi kenapa semua berbalik menghantam saya? Saya dapat menerima kehancuran saya. Tapi saya menjadi bingung bila semua orang harus hancur karena saya mundur."

"Miselle, bakatmu, karma, itu bagai bola yang ada di tangan. Sedari awal sudah ada disana.
Kamu boleh melemparnya, boleh memantulkannya, boleh juga membuangnya, atau kamu pergunakan untuk bermain dengan hati2.

Bila kamu melempar, memantulkan, meski tanpa kebencian, pasti akan mengenai orang lain atau dirimu sendiri bila dilakukan tanpa kesadaran.
Tapi kalau kamu telah menguasai permainan bola, kamu akan bermain dengan orang2, dan membawa pulang bola itu dengan hati2 menuruni tangga.
Kamu bahagia, semua orang juga.

Beda sikap membawa bola itu, beda pula hasilnya.
Yang penting sadar.
Kepada bakatmu, pilih org yg benar2 bisa bermain denganmu, tidak lain, itu adalah orang terpenting dalam hidupmu, keluarga.
Kepada mereka yang tidak mengerti, jelaskan, sekalipun itu menjadi pembicaraan terakhir, biarlah, tapi luruskan sesuatu yg bengkok sebelum yg bengkok itu mengeras.

Ketika kamu sudah berusaha, mereka paham atau tidak, mereka berubah atau tidak, itu cerita lainnya.
Dengan hati2 bawa bolamu dan pergilah ke tempat yang tenang.
Bola itu, adalah pikiranmu, bakatmu, milikmu, tindakan yang kamu lakukan dg bola itu adalah karma.

Bila kamu dapat mencurahkan sebuah pikiran dg bijaksana, tak menimbulkan keributan, maka selamanya tak ada keributan.
Tapi bila pikiran itu tercurahkan atau bila dikatakan malah menimbulkan konflik, luruskan, atau mengalah demi kedamaian.
Kedamaian dirimu sendiri. Bukan yang lain.

Itulah karma.
Karma adalah reaksi dari aksi yang kamu lakukan.
Tidak pernah segala kejadian itu terjadi kalau tidak ada pencetusnya."

Setelah itu, aku pun pulang dan memutuskan segala sesuatunya dengan bijak dan benar dalam sebuah musyawarah mufakat.
Wajahku kembali cerah karena gunung di hatiku sudah berpindah.
Namun memang ada beberapa orang yg dibilang apa juga ga akan pindah haluan.
Mereka bukan keras kepala, cuma semangat untuk berubah belum ada.
Tunggu waktunya aja.

Ini kejadian beberapa bulan lalu.
Saat ini, semuanya kembali terasa benar dan indah karena aku telah memutuskan apa yg mesti kulepas dan apa yang sebaiknya kupertahankan.
Tak lain tak bukan, adalah keluarga.
Hal hal yang tidak berkaitan dengan kebahagiaan mereka, tidak akan membuatku bahagia pula.

Siapapun, bisa bahagia.
Tidak terkecuali paranormal dan org kaya.
Mereka cukup selalu sadar pada semua akibat dari ucapan dan perbuatannya.
Katakan hal baik, jadi baik.
Berbuat yang baik, jadi baik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar