Bagaimanapun, dalam setiap perpisahan, pasti tidak semua pihak berduka. Tapi bagi yg ditinggalkan rasanya akan sangat sakit.
*
Alasan inilah yg membuat aku selalu 'meninggalkan' lebih dulu setiap pasangan yg kurasa tidak cocok sebelum mereka menyadari kedangkalan hubungan kami.
Sebenarnya, alih2 menghemat waktu, aku playsave juga sih.
Instingku berbicara kalau "Bukan kamu yg kucari. Bukan 'perlakuan' dan 'perasaan' ini yg ingin kurasakan sepanjang hidupku."
Sebab setelah masa PDKT sudah basi, barulah keluar aroma sesungguhnya dari sebuah eksistensi.
*
Bukan cuma pada pasangan, pada apapun, SAMA.
Even orangtua yg baru 'melihat' anaknya akan berubah dari sayang banget sampe -ngga terlalu sayang- dan suka mengumbar sifat manusiawinya; suka marah, menuntut, mengatur, dll.
*
Aku selalu kembali pada satu kesimpulan klasik; tak ada yg abadi..
We all know that..
Tapi tetap susah saat berhadapan dengan kata GOODBYE dan duduk di posisi yg ditinggalkan.
*
Ketika aku menyadari kalau aku memiliki 'kelebihan' akan sesuatu. Dengan berbagai usaha aku mencari 'siapa dan apa sebenarnya aku ini' dan 'untuk apa aku dilahirkan di dunia ini'
*
Long short story...
Aku menemukan Guru yg berkata, "Apapun kita di kelahiran sebelumnya, tidak penting. Yg penting adalah apa yg kita lakukan di kelahiran ini. Dan bagaimana kita mendesign hari esok. Ga usah jauh2 ke masa depan. Cukup besok. Kamu mau jadi apa?"
*
Beliau mengedepankan research daripada drama 'vision dan penampakan'
Semua itu ga penting kalau ngga membebaskan seseorang dari kelaparan, keserakahan, ketakutan, dan kebencian.
*
Aku mulai melakukan riset.
Bukan lagi berfokus pada feeding my emotion saat berelasi dengan pasangan atau sahabat.
Aku mulai memperhatikan, mempelajari, memprediksi. Setiap kebiasaan, masa lalu, dan pasang surutnya mood dan emosi mereka yg ternyata mempengaruhi keputusan yg diambil.
Dan keputusan itulah yg menjadi cerita hidup mereka.
*
Aku merasa kasihan..
Kita semua kayak yg paling tau tentang diri kita sendiri. Tapi saat kita sedih, kita ngga tau apa yg harus dilakukan. Banyak org yg mengatasinya dg kamuflase. Minum2, pesta sex, narkoba, atau makan yg manis2/ gurih/ enak/ berlemak. Yg pastinya akan membawa mereka pada kesedihan yg lebih dalam karena akibat - wrong view - itu. Mereka ga menyelesaikan dirinya sendiri.
*
Fase keduaku, aku merasa HEBAT dan mampu menangani masalah2 yg mereka hadapi.
But in the end..
Aku lelah.. ternyata sebagai manusia, aku pun memiliki kebutuhan yg sama utk melihat 'apa yg terjadi pada diriku'
*
Fase ketiga, aku merasa DEWASA.
Setiap orang memiliki kisahnya sendiri. Begitu juga aku. Tidak ada orang yg 'terpaksa' melakukan sesuatu. Walaupun situasi sangat menghimpit. Seperti saat aku tak bisa memilih antara harus bertahan dalam suatu hubungan beracun atau meninggalkannya?
*
Aku pilih utk membebaskan diriku sendiri.
Begitupun dengan orangtua.
Tidak ada 1 mahluk pun yg lebih mengerti aku daripada diriku sendiri, kan?
*
Goodbye, always hard to say.
Tapi kalau itu dilandasi dengan niat utk bertumbuh (bukan dengan kebencian) maka semua pihak yg ditinggalkan, akan baik2 saja.
Awalnya aku takut kalau pasangan bisa menyakiti dirinya sendiri saat aku pergi.
Namun akhirnya, aku tetap pergi setelah merasa dia akan selalu dijaga keluarganya. Meski akhirnya dia benar2 menyakiti diri sendiri pun, itu bukan salahku. Karena saat aku 'sakit' aku pun tidak menyalahkannya.
... begitu juga dg orgtua.
Mereka akhirnya banyak belajar dari kepergianku. Dan all is well - all can wait.
Hari ini mereka justru membangga2kan aku.
*
Simple, karena aku membuktikan kalau aku sedang melakukan sesuatu yg benar.
Dan sampai di FASE ke4, SHARING and CARING
DI BALIK setiap GOODBYE, pasti ada hal yg bisa dipelajari.
Ada kesalahan yg tak akan diulangi.
Dan ada kelegaan yg pantas disyukuri.
Terutama sebuah pertanyaan terjawab, "apa yg paling kita butuhkan dalam hidup ini"
Sumber Michelle
Kamis, 20 Juli 2017
perpisahan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar