Senin, 26 Juni 2017

Menantu Vs Ibu Mertua

Mitosnya mertua dan menantu tidak bisa akrab?  Ini mitos atau fakta?

Surga wanita itu ada di suaminya. Surga seorang laki laki itu ada di ibunya. 

Mari kita berfikir secara logis,  mungkinkah seorang wanita bisa masuk surga kalau suaminya saja tidak taat ke ibunya?

Dan biasanya ketika menikah, seorang suami akan nurut ke istrinya. Ibunya justru nomer 2. Kalau istri dan mertua tidak akrab maka itu akan jadi bumerang buat laki laki. Mau pilih ibu atau istrinya. 

Kasus seperti ini banyak sekali terjadi dalam kehidupan. Antara istri dan mertua ribut. 

Tapi temen2 wanita ketahuilah kelak kita juga akan menjadi seorang mertua. Anak yg kita besarkan dgn kasih sayang, kita sekolahkan tinggi tinggi, tapi apa yg didapatnya kelak pasti untuk istrinya. Itu pasti akan terjadi. Gimana perasaan kita ketika anak kita lebih memilih wanita lain dibanding kita? 

Kenapa harus bertengkar dgn mertua kalau surga kita itu ada di suami kita? Gag mungkin kita akan dapat surga jika suami kita saja tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri dari siksa neraka.

Maka mertuamu menentukan surgamu juga :)

Berbuat baiklah ke mereka.  Sayangi mereka sebagaimana kita menyayangi ibu kita sendiri. 

Akur ya.  Mungkin kebanyakan permusuhan dgn mertua adalah kesalahan komunikasi saja.  Coba bicaralah dari hati ke hati.

Selalu semangatin suami untuk selalu berbakti ke ibunya. 

Ibunya suami adalah surga kita juga :)

Saya share tulisan Wulan Darmanto tentang Menantu Vs Ibu Mertua. Semoga bermanfaat.

Kalau ada sosok yang paling ditakuti, sekaligus dibatin oleh para istri.. mungkin sosok itu adalah ibu mertua.

Baiklah..bisa jadi saya berlebihan. Ibu mertua kan ibu kita sendiri. Ibu yang membesarkan suami kita, hingga setampan dan sepandai ini. Hingga karirnya melambung begini..uangnya melimpah setiap hari. Dan uangnya kemana lagi larinya..kalau bukan ke kita sebagai istri.

Tapi sering kali kita lupa, inilah salah satu akar masalahnya. Mengapa drama menantu perempuan vs ibu mertua, jam tayangnya jauh lebih lama dari sinetron Tersanjung. Yang seingat saya sekuelnya tidak habis-habis. Mulai dari kelas 1 SMP hingga duduk di bangku kuliah..

Dulu ada teman yang pernah bercerita, tiap mertua nya datang ke rumah, ia tidak bisa tidur siang. Sepele memang. Tapi tidak bisa tidur siang ini jadi runcing karena si ibu mertua sering mengadu ke anak kandungnya yang lain, bahwa si menantu tidur siang sementara sang suami panas-panas bekerja di proyek.

“Kamu bayangin deh..kalau mertua telefon kakak iparmu, di depanmu, terus ngadu kalo kamu males, tidur mulu padahal suami lagi kepanasan. Sakit hati nggak?”

“Padahal tidur siangku ini kebutuhan suami juga. Biar malemnya badanku seger..jadi bisa melayani dia.” Sambungnya.

Dan masalah tidur ini selesai setelah suami menasehati istri, agar menahan diri untuk tidak tidur saat si ibu di rumah. Istri menurut, dan mertua tak lagi meributkan itu.

Ada juga menantu lain yang cerita, betapa ibu mertuanya cemburu setiap suaminya memberinya uang untuk membeli barang-barang pribadinya. Yang mana itu memang nafkah wajib dari suami..

Jadilah ia menahan diri untuk tidak terlalu “cantik” saat berkunjung ke rumah mertua. Dan meminta suami lebih banyak memperhatikan ibunya, serta mengirimi uang secara rutin.

Mertua matre? Tentu tidak sekejam itu..

Kita, ibu-ibu muda ini, suatu saat akan menua dan punyai menantu pula. Manalah mungkin kita terfikir untuk matre sementara kepala keluarga di sana adalah anak kita sendiri bukan?

Tapi mertua butuh perhatian

Perhatian yang istimewa dari si bujang yang dulu ia gendong-gendong sambil mencuci. Yang rengekannya bisa membuatnya meninggalkan masakan, bahkan sampai tak bisa mandi.

Anak lelaki, yang digadang-gadang jadi pelindungnya kalau besar nanti, yang ia suapi, ia ceboki, ia antar sekolah setiap hari, yang ia doakan agar bisa jadi orang, punya pekerjaan mapan..

Anak lelaki itu lalu jatuh cinta pada kita. Tiba-tiba menemukan sosok wanita lain, yang lebih istimewa dari ibunya. Menyerahkan seluruh pendapatannya untuk kita. Serumah dengan kita. Sibuk dengan kita dan anak-anak kita..

Apa kabar wanita yang merawatnya tadi? Tidak cemburu, dan sakit hati, itu sudah sangat layak kita syukuri..

Ah..kamu bisa bicara begini kan karena belum ngerasain gimana rasanya serumah dengan mertua…

Benar..saya sendiri malu menulis ini. Mengingat bakti saya pada ibu mertua yang jauuuh dari layak. Alhamdulillah mertua saya sendiri tipe wanita jawa yang nrimo. Lima dari enam anaknya lelaki semua. Beliau pun harus menghadapi lima karakter menantu yang berbeda-beda. Dan saya, sebagai menantu terakhir, tinggal mengikuti ritme keluarga besar ini saja.

Tidak pernah ada konflik, mungkin memang karena pertemuan kami pun jarang. Ibarat pepatah jawa; adoh mambu wangi, cedhak mambu tai. yang jauh lebih dikasihi, tapi yang dekat malah sering digrenengi..

Ini bisa dimaklumi. Teorinya, seringnya pertemuan dan intensnya berkomunikasi tentu memperbesar peluang salah ucap dan perbuatan..

Ibu mertua..sampai kapan pun tidak akan pernah menjadi ibu kandung kita.

Dan bagi mertua, kita tidak akan pernah menjadi anak kandungnya.

Meski ditingkahi dengan kalimat “anak dan menantu sama saja”

Ibu saya, suatu ketika pernah bilang “Anak mantu sak jinah ora isoh ngijoli anak wedok siji” kurang lebih artinya, mau memiliki mantu wanita sepuluh orang pun, posisinya tetap tidak akan tergantikan oleh anak perempuan yang ia kandung sendiri.

Biarlah hukum alam ini tetap ada. Hubungan kandung tidak perlu digadang akan tercipta. Tapi harmoni dengan ibu mertua, wajib ada. Mengingat ia yang lebih dulu ada, jauh sebelum suami tergila-gila pada kita.

Tadi malam, sebelum tidur, saya bilang pada suami:

“Anakku lelaki semua. Berarti besok menantuku perempuan semua. Tolong ingatkan bunda ya, kalau besok-besok judes sama menantu.. biar menantu tetap betah punya mertua kaya bunda..”

Dan seperti biasa..ia tergelak-gelak. Lalu mengatakan anak kami pasti akan memilih istri sholehah untuk mengimbangi ibu mertua segarang saya
grin emoticon

Aah..saya jadi ingat lagu milik Waljinah, penembang favorit saya. Judulnya “Caping Gunung”

Bait awalnya bercerita tentang rasa rindu orangtua pada anak lelakinya, yang dulu dirawat dengan segenap hati, lalu kini tak ada kabar setelah jadi orang.

Tiba-tiba saya seperti naik mesin waktu..

Sambil memeluk bungsu kami yang saat itu tertidur pulas, saya bayangkan suatu ketika nanti, akan ada yang selalu dipeluknya. Rengekannya berganti rayuan, yang bukan tertuju pada saya. Tak akan ada lagi laki-laki kecil yang meminta telor ceplok tabur kecap, karena posisi itu sudah digantikan wanita baru..

Ah..menantu..

Betapa aku sudah iri padamu, bahkan sebelum aku tahu siapa kamu..

Semoga bermanfaat...

Bagi menantu laki laki berarti ibunya sekarang ada 2. Suami wajib memuliakan kedua ibunya :).

Muliakan keduanya, bukan condong ke salah satu.

Semoga tak ada lagi salah paham dan iri2an antara suami istri terhadap mertua2nya jika semuanya saling memahami :)

Tri Widayanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar