Kamis, 29 Juni 2017

Menolong Orang

copyright Michelle Jonny

Suatu hari, dalam sakit hati dan kepahitan yg saya pikir akan bertahan selamanya, saya memutuskan utk tidak membantu orang LAGI. Apa itu kebaikan? Bila selalu dibalas dengan tuba.
Apa itu cinta? Bila akhirnya menderita.
Apa itu sedekah? Bila hanya membuat orang jadi serakah?
... baiklah.. saya ga akan bantu orang lagi.
Ini semua sudah cukup (menyakitkan) and i can't take it no more.

Tapi, suatu hari datang KoJonny yg lugu, pekerja keras, dan memiliki pengalaman yg sama dengan saya. Ia sering disakiti karena cinta. Sebanyak ia membantu, sebanyak itu pula dia kena pahitnya.
Mendadak, paragraf pertama yg saya tulis di atas, hilang ga tau kemana. Hahahahaha...
Berubah menjadi: berhentilah memberikan bantuan, pada orang yg tidak memerlukan.

Akhirnya, bersama KoJonny yg sama2 terluka, kami saling berkaca. Ayo, lanjutkan kebiasaan kita:
MENOLONG SESAMA
Aku ingin dia bahagia, dia ingin aku tertawa. Kami merasa, pertemuan kami mustahil bila kami tidak terlebih dulu menanam kebaikan di masa lalu. Imbalan kami saling menemukan ini, tak ternilai uang dan harta. Tak ada sahabat sejati yg mampu menggantikan kemampuan kami saling mengisi.

Kami sering bercerita tentang orang2 baik yg membantu kami saat kami susah (dan melupakan yg ga terlalu baik) --- kemana mereka sekarang ya?
Padahal, kami belum membalas budi, beberapa sudah hilang bahkan ada yg sudah meninggal.
Paham bagaimana rasanya berada di 'bawah'nya titik NOL. Paham betul, tanpa mereka, tak ada kita hari ini. Saat kami butuh tempat tinggal, mereka memberikan.
Saat kami tak punya makanan, mereka berbagi . Dan kadang juga berbagi uang.
Tak ada satupun yg meminta balasan dari kami.

Jelek betul sifat 'kapok membantu' yg sempat terlintas di otak kami itu.
Mendadak kami merasa buruk dan jahat.

Kenyataannya, saat kita dibantu, beberapa dari mereka ngga sedang berbisnis dg kita. Sepeser pun mereka ngga meminta kita membalasnya. Koq sekarang seenak udelnya kita memutuskan utk kapok dan sakit hati. Padahal mungkin dulu2nya juga kita pernah mengecewakan para pembudi tersebut.

Datang seorang anak magang ke depan pintu kantor. Mencari kerja. Usia 17 tahun.
Ia mau kerja apa saja, yg penting bisa bayar kuliah. Cita2nya tinggi memang; insinyur, Tehnik Sipil.
Aku cerita ke KoJonny, dan setengah menahan tangis, aku katakan padanya melihat anak itu, aku seperti melihatku di masa lalu, 10 tahun lalu. Besar cita2ku ga sebanding dengan uang saku.
Kumohon KoJonny agar memberikan kesempatan 1x saja padanya. Kalau dalam 3 bulan dia mengecewakan atau malas, kita berhentikan saja.

KoJonny menjawab, "Tanpa kamu mohon, sudah pasti kita akan bantu dia. Kalau perlu, kita tanggung kuliahnya."

10 tahun lalu, ada seorang tanpa nama yg memberikanku beasiswa sampai aku lulus sarjana.
Berterimakasih pun aku tak sempat. Aku hanya ingin suatu hari dia menemukan namaku dan tau kalau anak yg dibantunya 10 tahun lalu, kini sudah dewasa, memiliki keluarga, dan memiliki pendapatan dari perushaan yg mampu meneruskan kebaikannya.

Dengan bantuannya sebagai akar, aku memulai hidupku dan segalanya yg ada saat ini.
Karena bantuannya, aku tidak jadi menjual diriku ke rumah bordil dan terbebas dari pandangan sempit akan kedudukanku sebagai perempuan.
Aku tidak luntang lantung di jalan karena aku punya banyak tugas utk dikerjakan.
Tanpa beasiswa itu, apa jadinya aku?

Ingat sekali bagaimana rasanya saat itu, aku ingin membuat sebanyak mungkin anak2 terbebas dari lembah kelam kehidupan. Masa depan itu tidak menyeramkan. Masa depan itu bisa kita ciptakan!
Dan tak ada balas budi yg lebih bernilai selain pay it forward.

"Wah... ini foto anak2 di kampung saya, Bu..," kata anak 17 tahun yg akhirnya bekerja utk saya itu saat melihat foto anak2 asuh yg saya tempel di kulkas.
"Koq tau?" Tanya saya.
"Itu atapnya ciri khas kampung saya," jawabnya.

Dia memang hanya di antara 43 anak yg saya asuh. Dari 43 anak itu, akan jadi apa mereka 10 tahun kemudian, saya ngga tau. Mungkin 10 tahun lalu, saya juga hanya salah satu dari puluhan anak yg diasuh pendermaku yg tak bernama itu.
Tapi, kalau aku saja bisa pay it forward, beberapa dari 43 anak itu pasti juga bisa melakukannya.

Dunia ini akan penuh dengan anak yg dibesarkan oleh rasa terimakasih dan upaya membalas budi.
Ya, bukan saya yg satu2nya bermimpi disini.
Ada 43 calon bersama kami.

"Ayo semangat belajar, 10 tahun lagi, kamu bisa seperti Bapak," ujar saya membalas pujiannya yg mengatakan bahwa KoJonny ganteng dan enak hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar