Kamis, 22 Juni 2017

Mijond dan Aladin

copyright by Michelle Jonny

Aku punya adik yg sifatnya persis kayak Aladin. Pemimpi. Kayak punya karpet terbang. Punya pengikut setia (si Onel) dan selera perempuannya ngga nanggung2 - putri raja.

Menurutnya, alasan dia sangat suka bercerita kepadaku adalah karena aku selalu punya pikiran Out Of The Box yg membuat dia Feel Better.
Dan saat dia menghadapi masalah, aku berfungsi sebagai garansi 'it's okay' selain orangtuanya.
Dia juga senang karena bebas dari judgmental yg biasanya didengar dari para senior.
Intinya, aku selalu bisa dia andalkan. Mengetahui ternyata begitu cara dia memandang aku, aku jadi senang.
*mendadak nyadar, klo dia Aladin, aku ya si Jin Biru. Kan Monkeynya Onel 😂😂😂😂

Suatu hari, dia bertanya ke aku tentang kemewahan. Kenapa dengan penghasilanku segitu, hidupku biasa2 aja? -- heran dia --

Jawabku gampang, "Aku orangnya kagak ribet. Trus ngga merasa bahagia dengan memiliki sesuatu. Aku cenderung bahagia dengan melakukan sesuatu. Apalagi kalau sesuatu itu bisa hidup di ingatan orang lain.
Penghargaan banget buat aku. Artinya waktu hidupku ngga sia2.

Coba kalau aku misalnya punya rumah dan mobil mewah 3 biji, ya..
Belum bersihinnya, belum perawatan, belum bayar pajak, belum lagi klo dia rusak atau ketabrak.
Kalau rumah, tiap taun mesti di cat, mesti ada sirkulasi, ujan bisa bocor, gempa bisa retak.
Trus kalau aku lagi keluar kota, mesti mikirin itu mobil, mesti mikirin rumah.
Kan, beban?

Nilai mobil itu terus menurun walau awalnya aku suka setengah mati. Itu delusiku aja kalau dia keren, mewah, merasa kalau duduk di dalam aku eksklusif. Padahal?
Di dalam kerumunan masyarakat sedunia, siapa yg peduli dengan kepemilikan kita?
Malah kebanyakan lebih nunggu kebangkrutan atau kegagalan kita, kan?

Trus tiap taun muncul seri mobil baru. Tiap taun ada desain rumah bagus. Kalau diikuti, selain ga habis, itu jadi bikin kita dikontrol keadaan.
Nah, aku ini jiwa bebasnya tinggi banget. Ga suka ribet2.

Ke manusia beda.
Semakin kamu memiliki hubungan yg baik, semakin tinggi nilai hidupmu. Kayak kita gini. Kamu bisa andalkan aku, aku bisa andalkan kamu.
Coba kalau pikiranku cuma ke harta, trus waktuku diribetin ngurus semuanya, kan kamu ga bisa, donk, punya Jin Biru lagi kayak aku?"

Si adek manggut2 senyum2.

"Kalau kita tua dan mati, apa yg kamu kenang dari aku? Rumahku? Mobilku? Atau perbuatanku selama hidup kepada kamu? Toh apapun yg aku miliki, ahli warisnya bukan kamu. Tp kalau aku punya waktu sharing ilmu sama kamu. Suatu hari kamu sukses karena mempraktekannya, yg senang kan semua orang. Termasuk aku. Itu rumah sama mobil selain ga bikin hepi, kerjaanya nyusahin aja.

Enakan nyobain kamar hotel satu2, ada segala fasilitas, ada yg bersiin, ga usah peduli ada pembantu atau ngga. Klo mobil, sesuka aku lah hari ini mau Alphard? Sewa aja. Besok mau Mercy? Sewa aja.

Ada pepatah gini, nih... doyan sate kambing, ga usah piara kambingnya."

Sambil senyum2 dia jawab, "Mudah2an aku lekas sampai ke pikiran yg serba bebas kayak gitu. Merdeka, ya, Ce?"

"Iya donk, kan Jin Dalam Botol. Ga usah gede2 rumahnya. Yg penting bisa selalu diandalkan saat ada yg perlu."

Apapun pilihan yg ada di dalam hidup ini, tentu saja kita bebas memilih. Kita bebas bermimpi.
Mimpiku sederhana sekali. Cuma ingin menjalani hidup ngga ribet, dan meninggal dengan damai tanpa beban duniawi yg ditinggalkan.
Kalau ramai yg bersedih karena kepergianku, ya. Anggep aja itu bonus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar